Jumat, 31 Maret 2017

Go International produk hasil pertanian Indonesia melalui GAP


"Bang Buloh... apel merahnya sekilo ya... bungkusin deh yang rapi, buat nengokin orang sakit nih, biar cepet sembuh..." pesan mpok Sally  (nama panggilan dari mpok Salamah) kepada bang Buloh si pedagang buah di perempatan Ciledug. 
"Apel cakep-cakep amat... apel Malang bukan nih?" tanya mpok Sally 
"Bukan mpok... Ini apel Fuji Jepang tapi impornya dari China he... he..." jawab bang Buloh sambil membuka kemasan karton buah apel import.
"Apa sih yang kagak bisa dibuat di China?.. Istilah kata nih, benda-benda yang ada di dunia itu ciptaan Alloh, selebihnya buatan China" kata Bang Buloh bercanda. 
Indonesia yang tanahnya subur ternyata tidak mampu membendung masuknya komoditi buah impor dari negara lain. Miris memang, padahal program kebijakan di bidang kedaulatan, keamanan dan ketahanan pangan nasional terutama pengembangan disektor pertanian sering disinggung dan menjadi bahan kampanye calon presiden dan wakilnya saat pemilu beberapa waktu yang lalu.
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Dalam era perdagangan global, persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary dan phytosanitary menjadi tuntutan bagi negara-negara produsen untuk meningkatkan daya saing produk pertanian antara lain buah dan sayur.
Untuk menghadapi tuntutan persyaratan tersebut dalam rangka menghasilkan produk buah dan sayur aman konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan di Indonesia maka perlu disusun ketentuan cara berproduksi buah dan sayur yang baik. Ketentuan cara berproduksi buah dan sayur yang baik atau Good Agriculture Practices (GAP) yang relevan dengan kondisi Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 48 Permentan/OT.140/10/2009 Tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agriculture Practices for Fruit and Vegetables). GAP mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penjagaan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan petani, dan prinsip penelusuran balik (traceability).
Tujuan
Tujuan dari penerapan sistem GAP ini adalah untuk: 
1. Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman; 
2. Meningkatkan mutu hasil termasuk aspek keamanan pangan; 
3. Meningkatkan efisiensi produksi; 
4. Memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya alam ; 
5. Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkesinambungan; 
6. Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan; 
7. Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan oleh pasar internasional maupun domestik; 
8. Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen; dan 
9. Meningkatkan kesejahteraan petani

Ruang Lingkup 
Ruang lingkup yang diatur dalam penerapan GAP meliputi : 
1.  Registrasi dan Sertifikasi
Kebun/Lahan Usaha yang memenuhi persyaratan GAP akan diregistrasi oleh Dinas Provisi yang membidangi tanaman holtikultura. Kemudian kebun/lahan usaha yang telah teregistrasi siap untuk disertifikasi oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi atau ditunjuk. 
2.  Lahan
Pengaturan lahan meliputi pemilihan lokasi, riwayat lokasi, pemetaan lahan, kesuburan lahan, penyiapan lahan, media tanam dan konservasi lahan. 
3.  Penggunaan Benih dan Varietas Tanaman. 
Pengaturan penggunaan benih dan varietas tanaman meliputi mutu benih dan perlakuan benih. 
4.  Penanaman
Sangat diajurkan proses penanaman sudah dilakukan sesuai dengan teknik budidaya. 
5.  Pupuk
Pengaturan pupuk meliputi Jenis pupuk organik dan anorganik yang digunakan. Larangan penggunaan kotoran manusia sebagai pupuk. Kondisi dan teknik penyimpanan pupuk dan pengetahuan serta keterampilan Pelaku usaha mengenai proses pemupukan. 
6.  Perlindungan tananaman
Prinsip Pengendalian Hama Tanaman (PHT), Penggunaan pestisida, Pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha dalam penggunaan pestisida. Selain itu diatur juga mengenai teknik penyimpanan pestisida dan pedoman penanggulangan kecelakaan akibat keracunan pestisida. 
7.  Pengairan
Air yang digunakan untuk irigasi tidak boleh mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan ketersediaannya susuai dengan kebutuhan tanaman. 
8. Panen 
Tersedia pedoman cara menghindari kontaminasi terhadap produk segar. Pemanenan dilakukan dengan cara yang dapat mempertahankan mutu produk. Wadah hasil panen yang akan digunakan harus dalam keadaan baik, bersih dan tidak terkontaminasi. 
9.  Penanganan Panen dan Pasca Panen 
Pengaturan mengenai tempat penyimpanan hasil panen, pencucian, sortasi dan pengkelasan terhadap hasil panen. Kemudian diatur juga mengenai pengemasan atau pengepakan, bahan kimia yang digunakan dalam proses pasca panen. 
10. Alat dan Mesin Pertanian 
Peralatan dan mesin yang terkait dengan pengukuran dikalibrasi secara berkala. 
11. Pelestarian Lingkungan 
Kegiatan budidaya memperhatikan aspek usaha tani yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan keseimbangan ekosistem. 
12. Pekerja 
Pekerja memahami mutu dan keamanan pangan dari produk yang dihasilkan. Tersedia prosedur penanganan kecelakaan kerja. Pekerja memahami bahaya pestisida dalam keselamatan kerja serta menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran. Pakaian dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah dari kontaminan. 
13. Fasilitas Kebersihan dan Kesehatan Pekerja 
Mengatur tentang ketersediaan toilet dan fasilitas cuci tangan di sekitar tempat kerja, akses terhadap air minum, tempat makan, tempat istirahat bagi pekerja. 
14. Kesejahteraan Pekerja. 
Komunikasi dan hubungan kerja yang harmonis antara pekerja dengan pihak pengelola.  
15. Tempat Pembuangan 
Penyediaan tempat untuk pembuangan sampah dan limbah yang memadai. 
16. Pengawasan, Pencatatan dan Penelusuran Balik 
Dokumentasi catatan tersedia dan dikendalikan antara lain catatan penggunaan benih, kegiatan pemupukan, stok pestisida dan penggunaan pestisida, kegiatan pengairan, kegiatan pasca panen dan penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pasca panen, pelatihan pekerja, perlakuan untuk tanah/media tanam. Catatan disimpan selama minimal 2 tahun. 
17. Pengaduan 
Tersedia catatan tentang keluhan/ ketidakpuasan konsumen, koreksi dari keluhan konsumen serta tindak lanjut dari pengaduan. 
18. Evaluasi Internal 
Tersedia bukti bahwa evaluasi internal dilakukan secara periodik serta tersedia juga catatan tindakan perbaikan sesuai hasil evaluasi.

Sertifikasi 
Kegiatan penilaian/asesi dalam proses sertifikasi GAP dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) dan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKPD) kepada produsen atau kelompok produsen yang telah memenuhi kriteria. 
Sertifikat GAP dibagi menjadi 3 tingkatan berdasarkan pemenuhan standarnya yaitu:  
Prima 1 : 
Peringkat penilaian yang diberikan kepada pelaksana usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik, dan dalam pelaksanaan cara peroduksinya bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Produk ini telah memenuhi persyaratan kualitas eksport” dan proses sertifikasinya dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat. 

Prima 2 : 
Peringkat penilaian yang diberikan kepada pelaksana usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik. Proses sertifikasinya dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah. 

Prima 3 : 
Peringkat penilaian yang diberikan kepada pelaksana usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. Proses sertifikasinya dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah. 
Sertifikat Prima yang diterbitkan berlaku selama 2 tahun dan akan dievaluasi setiap tahun. Produsen yang telah memperoleh sertifikat Prima, berhak memberikan Label Prima pada produk yang dihasilkan dari lahan yang telah disertifikasi. 
Produk pertanian yang berkualitas tinggi harus aman dikonsumsi, memiliki mutu yang baik dan berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan menjadi tuntutan bagi setiap pelaku agribisnis. Oleh karena itu GAP perlu diketahui dan dipahami dalam rangka menjamin mutu produk pertanian yang dihasilkan. 
Jika penerapan sistem GAP di Indonesia telah berjalan dengan baik, maka keunikan dan keragaman buah dan sayur asli Indonesia dapat mengurangi dominasi produk buah dan sayur import di pasar domestik, bahkan mungkin mendominasi pasar Internasional.

Ayo dong sarjana-sarjana pertanian Indonesia mana peran serta mu...
Ayo… Go International produk-produk pertanian Indonesia !!!!

Minggu, 12 Maret 2017

Pangan Organik Semakin Menarik


Bro… Ayo kita “Carbo Loading” dulu…

Kebetulan besok pagi saya, Ben dan beberapa teman dalam komunitas pecinta Trail Run (lari lintas alam) berencana menjajal jalur lari di perbukitan sepanjang 25 km di daerah Sentul Bogor.

Gue bawa nasi merah plus daging ayam kukus… Beras merahnya “Organik” neh, kata si Ben.  

Makanan organik kini menjadi semacam tren kesehatan baru bagi masyarakat modern.

Selain itu kekhawatiran akan bahaya pestisida dalam bahan makanan membuat banyak orang beralih ke pangan organik. Demi memperoleh kesehatan, selain kesadaran berolah raga masyarakatpun mulai beralih pada hal-hal yang lebih natural termasuk dalam pemilihan makanan. Mereka juga takkan sungkan mengeluarkan uang ekstra untuk membeli produk organik yang dianggap lebih alami dan sehat.

Potensi bisnis yang menarik nih Bro…

Prosentase keberadaan pertanian organik di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara lain. Padahal sejumlah faktor pendukung keberhasilan pertanian organik ini telah dimiliki secara alami oleh negeri ini seperti kondisi tanah yang subur, kesempatan memeroleh limpahan sinar matahari dan siraman air hujan sepanjang tahun dan sumber daya hayati yang begitu kaya. Oleh karena itu Indonesia memiliki potensi menjadi produsen pangan organik terbesar di dunia.

Pangan organik adalah pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produkstivitas yang berkelanjutan, melakukan pengendalian, gulma, hama dan penyakit.

Produk organik adalah suatu produk yang dihasilkan sesuai dengan standar sistem pangan organik termasuk bahan baku panangan olahan organik, bahan pendukung organik, tanaman dan produk segar tanaman, ternak dan produk peternakan, produk olahan tanaman dan produk olahan ternak (termasuk non pangan).  
  
Praktek pengelolaan lahan pertanian organik dilakukan melalui beberapa cara seperti daur ulang sisa tumbuhan dan ternak, seleksi pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman serta penggunaan bahan hayati (pangan).

Badan usaha yang memproduksi, mengolah, memasukkan produk organik untuk tujuan pemasaran harus menerapkan sistem Pertanian Organik yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat organik. Sertifikat Organik yang dilkeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang telah diakreditasi oleh KAN. Unit usaha yang telah memiliki sertifikat organik tersebut harus mencantumkan logo Organik Indonesia pada kemasan produk organiknya.

Pelaksanaan budidaya pertanian organik diatur dalam PeraturanMenteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Sistem pertanianOrganik meliputi :

A.      BUDIDAYA TANAMAN DAN PRODUK TANAMAN ORGANIK

Lahan dan Penyiapan Lahan yang diperuntukan untuk lahan pertanian organik mengikuti persyaratan yang sesuai. Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami konversi selama 2 tahun sebelum penebaran benih, 3 tahun sebelum panen hasil pertama.

Benih berasal dari tumbuhan organic atau dapat juga menggunakan benih tanpa pestisida sintetis jika tidak tersedia. Benih tidak berasal dari hasil rekayasa genetik.

Sumber Air berasal dari mata air langsung atau sumber yang tidak terkontaminasi bahan kimia sentetis atau cemaran yang berbahaya. Penggunaan air harus sesuai dengan prinsip konservasi.

Pengelolaan Kesuburan Tanah dapat menggunakan cara penanaman melalui program rotasi tahunan tahunan yang sesuai. Penggunaan pupuk dari kotoran ternak boleh digunakan apabila berasal dari peternakan organik. Dilarang menggunakan pupuk kimia sintesis, kotoran hewan langsung, kotoran manusia dan kotoran babi.

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman tidak menggunakan bahan kimia sintetis atau organisme hasil rekayasa genetika.

Penanganan Pasca Panen, Penyimpanan dan Transportasi mengikuti prinsip-prinsip pertanian organik. Pencucian produk menggunakan air yang sesuai dengan standar baku yang diizinkan. Tidak mencapur produk organik dan non organik, diberi label yang jelas dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam penanganan pasca panen. Tidak menggunakan bahan kemasan yang menimbulkan kontaminasi produk, mudah terdekomposisi dan sesuai untuk makanan organik.

B.      BUDIDAYA TERNAK DAN HASIL PRODUK TERNAK ORGANIK

Lahan yang digunakan harus memiliki catatan riwayat penggunaan lahan dan sesuai dengan aturan konversi lahan untuk peternakan organik.

Kandang Ternak harus diatur mengenai tata kelola air dan pembuangan limbah. Selain itu pengaturan mengenai daya tamping, ventilasi, temperature, kelembaban dan tingkat debu harus diperhatikan. Kandang harus dibersihkan dan bebas dari kuman untuk melindungi penularan penyakit.

Bibit Ternak berasal dari ternak yang sesuai dengan sistem pangan organik dan tidak berasal dari hasil rekayasa genetik. Jika tidak tersedia bibit yang disyaratkan tersebut makan pada tahap awal dapat menggunakan bibit ternak non organik.

Sumber Air tidak terkontaminasi bahan kimia sintetis dan cemaran lain yang membahayakan dan sesuai dengan prinsip konservasi.

Pemeliharaan Ternak harus dilakukan dengan sikap perlindungan, tanggung jawab dan penghormatan terhadap mahluk hidup serta berpedoman pada prinsip peternakan organik.
Pencegahan Penyakit didasarkan pada pemilihan bibit, aplikasi peternakan yang baik, penggunaan pakan organik yang berkualitas dan menjaga kepadatan dan daya tamping ternak. Ternak yang terserang penyakit atau terluka harus ditangani secepatnya dan diisolasi. Penggunaan obat hewan kelompok farmasetika harus mengikuti prinsip-prinsip peternakan Organik. Pemberian hormone hanya dapat digunakan untuk alasan terapi dan dibawah pengawasan dokter hewan. Tidak diperbolehkan menggunakan stimulan pertumbuhan ternak.

Sumber Asal Ternak harus mempertimbangkan galur dan metode pembibitan yang sesuai dengan prinsip pertanian organik. Penggunaan bibit non organik hanya di perbolehkan jika unit usaha dapat membuktikan ketidaktersediaan sumber bibit organik dan hanya digunakan pada ekspansi usaha atau pengembangan jenis ternak baru dan untuk memperbaharui populasi ternak karena wabah penyakit.

Pakan Ternak menggunakan bahan baku organik dan tidak berasal dari rekayasa genetic (GMO), Bahan pakan tambahan seperti mineral dan vitamin berasal dari sumber organik dan tidak menggunakan bahan kimia sintesis. Probiotik, Enzim dan mikroorganisme diperbolehkan penggunaannya.

Nutrisi Ternak harus disediakan 100% berasal dari bahan pakan organik. Lembaga sertifikasi mengijinkan penggunaan pakan non organik secara terbatas dengan syarat tidak mengandung produk rekayasa genetik.

Pengelolaan Kotoran harus dilakukan dengan cara yang meminimumkan degradasi tanah dan air, tidak menyumbang pencemaran air, mengoptimalkan daur ulang nutrisi. Tidak diperbolehkan pemusnahan kotoran dengan cara membakar.

Penaganan panen, Pasca Panen, Penyimpanan, Transportasi dan Pemasaran harus mengikuti sistem pangan organik. Pencucian peralatan dan hewan harus menggunakan air dengan standard yang sesuai untuk sistem pangan organik. Penyembelihan ternak sesuai dengan peraturan dan perundangan. Pengangkutan hewan ternak hidup dilakukan dengan cara hati-hati untuk mengurangi stress, luka dan penderitaan pada hewan. Tidak boleh mencampur produk organik dan non organik, tidak menggunakan bahan kimia sintesis dalam penganan pasca panen. Bahan kemasan yang digunakan tidak menimbulkan kontaminasi produk dan sesuai untuk makanan organik.

Bangunan kantor harus terpisah dari areal kandang dan dipagar. Pekerja harus berbadan sehat dan telah mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai sistem Peternakan Organik.

Konversi Lahan yang diperuntukan untuk lahan penggembalaan atau penanaman pakan ternak mengikuti persyaratan yang sesuai. Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami konversi selama 2 tahun sebelum penebaran benih, 3 tahun sebelum panen hasil pertama. Penyiapan lahan tidak boleh melalui proses pembakaran.

C.      PEMBUATAN PESTISIDA UNTUK SISTEM PERTANIAN ORGANIK

Bahan utama yang dapat digunakan dalam pembuatan pestisida untukl pertanian organik adalah semua bahan (kecuali pestisida kimia sintetis) yang diperbolehkan. Bahan yang diperbolehkan diantaranya dapat terbuat dari bahan mineral alami, dari tumbuh-tumbuhan atau dari agens hayati. Penggunaan bahan yang berasal dari tanaman hasil rekayasa genetika (GMO) tidak diperbolehkan.

Selain bahan utama diatur juga mengenai penggunaan bahan pembantu/tambahan. Persyaratannya antara lain bahan tersebut sangat dibutuhkan dalam formulasi, bersifat bio-degredable, tidak berdampak buruk pada lingkungan dan produk akhir yang dihasilkan.
Sarana pembuatan pestisida untuk pertanian organik harus tidak terkontaminasi oleh bahan yang dilarang menurut SNI 6729:2010 tentang Sistem Pangan Organik.

Proses pembuatan pestisida untuk pertanian organik meliputi 3 (tiga) cara yaitu Fisika/Mekanik meliputi pengepresan, penumbukan, pengabuan dan cara lainnya. Kemudian cara Kimia yang meliputi proses ekstraksi, maserasi dan fermentasi. Cara yang terakhir adalah cara Biologi yang meliputi pembiakan/perbanyakan agens hayati ataupun yang berhubungan dengan pemanfaatan mahluk hidup lainnya.


D.     PEDOMAN SERTIFIKASI PRODUK ORGANIK

Persyaratan Sertifikasi yang meliputi persyaratan manajemen untuk menjamin bahwa sistem dapat berjalan secara efektif dan efisien, berkelanjutan. Persyaratan manajemen tersebut mencakup :
1.      Ruang lingkup
2.      Organisasi
3.      Personel
4.      Pemeliharaan Dokumen
5.      Pembelian Sarana Produksi
6.      Pengaduan/ Keluhan Pelanggan
7.      Pengendalian produk Tidak Sesuai
8.      Tindakan Perbaikan
9.      Tindakan Pencegahan
10.  Dokumentasi dan Rekaman

Selain Persyaratan Sertifikasi ada juga Persyaratan Teknis yang harus dipenuhi sesuai dengan ruang lingkup bisnis yang dilaksanakan, meliputi :
1.      Budidaya Tanaman
2.      Budidaya Peternakan
3.      Pengolahan, Penyimpanan, penanganan dan transportasi produk pangan organik
4.      Logo pelabelan dan informasi pasar

Secara garis besar tahapan atau tatacara sertifikasi peranian organik adalah :
Pertama-tama Unit usaha harus mengajukan permohonan dengan melampirkan formulir permohonan dan dokumen kegiatan kepada Lembaga Sertifikasi yang telah terakreditasi oleh KAN. Lembaga Sertifikasi akan menunjuk tim inspeksi yang akan melakukan penilaian terhadap keculupan dokumen penerapan jaminan mutu, inspeksi kelapangan dan sampling untuk pengujian laboratorium. Tim Inspeksi menyampaikan hasil inspeksi ke Lembaga Sertifikasi. Lembaga Sertifikasi akan menunjuk panitia teknis untuk menilai hasil laporan yang diberikan oleh tim inspeksi. Kemudian panitia teknis akan mengevaluasi dan berkoordinasi dengan tim inspeksi untuk memberikan rekomendasi disetujui atau tidaknya pemberian sertifikat kepada unit usaha dan melaporkannya kepada pimpinan lembaga sertifikasi. Jika memenuhi syarat maka Lembaga sertifikasi akan memberikan sertifikat hal penggunaan logo organik.


E.      TATA CARA PENCANTUMAN LOGO PRODUK ORGANIK

Logo organik dicantumkan setelah penulisan nama jenis produk dan tidak lebih besar dari nama jenis produk. Jika ada logo organik dari negara lain dapat dicantumkan berdekatan dengan logo Organik Indonesia.

Logo organik pada kemasan harus tidak mudah lepas, luntur dan rusak, mudah dilihat, diamati dan dibaca oleh konsumen. Keterangan tentang produk organik harus benar dan tidak menyesatkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Cita-cita untuk menjadikan Indonesia menjadi produsen pangan organik terbesar di dunia sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua. Sehingga keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan Sistem Pangan Organik yaitu meningkatkan ketahanan pangan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup dapat tercapai.

Gimana Bro tertarik jadi Pengusaha Pangan Organik ?

Apa ?... Gak tertarik?


Ya udahlah… Mending ikut saya Ngetrail aja deh… He..he..he