Selasa, 28 Februari 2017

Mikotoksin juga butuh perhatian


Kalau kamu laki-laki atau wanita dewasa dan sampai saat ini masih “Jomblo”…. Merasa kesepian dan butuh perhatian…
Iya… Kamu

Tenang gak usah sedih, kamu tidak sendiri kok… he..he..he
Tapi kita gak bahas itu disini kok…

Menghadapi era perdagangan global, industri pangan dituntut untuk lebih meningkatkan daya saing produknya melalui pemenuhan persyaratan mutu dan keamanan pangan. Salah satu konsep dan strategi untuk menjamin keamanan pangan dan mutu pangan yang efektif dan diakui secara internasional adalah penerapan Sistem HACCP.

Dalam Sistem HACCP bahan/material yang dapat membahayakan keselamatan manusia atau merugikan diidentifikasi dan dikendalikan. Identifikasi dan pengendalian bahaya dilakukan dimana kemungkinan besar kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan itu terjadi mulai dari penyediaan bahan baku, selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan penggunaannya.

Salah satu bahaya potensial yang ada pada material produk pangan yang penting untuk kita identifikasi dan kendalikan tetapi terkadang luput dari perhatian kita adalah Mikotoksin.  Mikotoksin adalah toksin yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder oleh kapang toksigenik yang tumbuh pada pangan baik selama di ladang mau pun selama penyimpanan. Mikotoksin dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme lain.

Berikut ini adalah beberapa jenis mikotoksin beserta komoditas yang umumnya terkontaminasi serta efeknya terhadap kesehatan :

1. Aflatoksin
Senyawa aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan juga A. parasiticus.
Kedua kapang tersebut hidup optimal pada suhu 36-38 °C dan menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 °C. Pertumbuhan kapang penghasil aflatoksin biasanya dipicu oleh humiditas/kelembaban sebesar 85%. Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin, biji-bijian harus disimpan dalam kondisi kering, bebas dari kerusakan, dan bebas hama. Aflatoksin dapat dijumpai pada berbagai bahan pangan antaralain jenis serealia (jagung, sorgum, beras, gandum), rempah-rempah (lada, jahe, kunyit), kacang-kacangan dan susu. 

Aflatoksin dapat dibedakan menjadi enam jenis toksin berdasarkan sifat fluoresensinya terhadap sinar ultraviolet dan sifat kromatografinya. Aflatoksin B1 dan B2 menghasilkan fluoresensi biru, sedangkan jenis G1 dan G2 menghasilkan fluoresensi hijau.

Terdapat pula jenis aflatoksin M1 dan M2 yang umumnya terkontaminasi pada susu ternak yang pakannya terkontaminasi oleh aflatoksin.

2. Deoxynivalenol (DON)
Deoxynivalenol umumnya terdapat pada komoditas jagung, gandum dan barley. Mikotoksin ini dihasilkan oleh jenis  kapang Fusarium graminearum, Fusarium crookwllense serta Fusarium culmorum. Sifat toksiknya dapat menyerang manusia dan menghasilkan efek imunotoksik yaitu kegagalan fungsi dari sistim imunitas.

3. Fumosinin (B1)
Fumonisin ditemukan pada Fusarium verticilloides dan F. proliferatum yang sering mengontaminasi jagung. Toksin jenis ini stabil dan tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran toksin pada dedak, kecambah, dan tepung jagung. Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah karena senyawa ini bersifat larut air. Sifat toksiknya dapat menimbulkan gejala kanker akut serta eucoencephalomalacia (ELEM) yaitu kondisi fatal terjadinya kerusakan pembuluh saraf serta munculnya kanker pada tenggorokan

4. Ocratoksin
Ochratoxin dihasilkan oleh kapang dari genus Aspergillus, Fusarium, and Penicillium dan banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, babi, ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu. Secara umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik di antara yang lainnya. Pada suatu penelitian menggunakan tikus dan mencit, diketahui bahwa ochratoxin A dapat ditransfer ke individu yang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya. Pada anak-anak (terutama di Eropa), kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif lebih besar karena konsumsi susu dalam jumlah yang besar. Sifat toksiknya dapat memicu tumbuhnya sel kanker.

5. Patulin
Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus dan Byssochlamys. Toksin ini dapat mengkontaminasi buah, sayuran, sereal. Untuk menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan diperlukan perlakuan tertentu. Contohnya adalah pencucian apel dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi alkohol dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin. Pengaruh yang ditimbulkan oleh senyawa patulin terhadap manusia adalah menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh serta jaringan saraf.

6. Ergot Alkaloid
Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis kapang, namun yang utama adalah golongan Clavicipitaceae.  Kapang ini dapat tumbuh pada hasil pertanian seperti serealia. Pembersihan serealia secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap kontaminasi senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan varietas benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea. Kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat ditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive). Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis yang ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas menurun.

7. Zearalenone
Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh kapang dari genus Fusarium seperti F. graminearum dan F. culmorum dan banyak mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk tumbuhan. Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan pemasakan makanan serta tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi. Pengaruh yang ditimbulkan toksin ini dalam menyebabkan penyakit pada manusia adalah berkompetisi untuk mengikat reseptor estrogen

Pada industri pertanian, penanganan kontaminan mikotoksin perlu dilakukan sejak tahap budidaya sampai dengan pascapananen, karena beberapa jenis kapang sudah mulai menginfeksi ketika tanaman sedang dalam masa pertumbuhan. Penanganan pascapanen merupakan tahapan penting terjadinya kontaminan mikotoksin, dimana tahapan proses yang menjadi titik kritis adalah saat pemanenan, sortasi, pengeringan, sortasi mutu serta penyimpanan.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa bahaya yang dapat diakibatkan oleh Mikotoksin cukup signifikan. Industri pangan yang menggunakan bahan/material hasil pertanian dan peternakan yang memiliki potensi tinggi terkontaminasi mikotoksin perlu melakukan analisa terhadap bahaya yang ditimbulkan dalam Sistem HACCP nya. Selama ini perhatian dan pengetahuan masyarakat serta industri pangan dan pertanian mengenai kapang penghasil mikotoksin yang terdapat pada bahan/material hasil pertanian dan peternakan masih terbatas.

Jika Anda tidak menginginkan bahaya keamanan pangan produk Anda sampai ke konsumen, ingatlah “Mikotoksin juga butuh perhatian”.


Tuh iya kan kamu tidak sendiri kok mblo…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar